Seorang pertapa bijak turun dari biara untuk memenuhi undangan gubernur.
Dalam perjalanannya, dia sering berhenti karena melayani orang yang menyapanya.
Pertama dia bertemu dengan seorang pejabat teras, "Guru, lihatlah sekarang gaji saya sudah cukup besar, sepuluh kali lipat banyaknya jika dibandingkan dengan penghasilan tukang becak itu selama seminggu" kata pejabat itu dengan bangga.
Kemudian sang pertapa bertemu tukang becak, katanya:"Guru, hari ini penumpang saya cukup banyak, lumayan lah, saudara saya yang pemulung saja tidak mungkin bisa memperolehnya dalam sehari".
Dalam perjalanan berikutnya, Sang Pertapa bertemu dengan pemulung itu, dia berkata:"Guru, saya dengan begini saja bisa mendapatkan penghasilan yg cukup, pengemis tua itu sudah mengelilingi seluruh kota hanya mendapatkan 1 bungkus nasi saja" lalu Pertapa itu melanjutkan perjalanan lagi.
Yang terakhir sang pertapa bertemu dengan pengemis tua itu, "Guru,saya sangat bersyukur bisa memperoleh 1 bungkus nasi untuk makan saya hari ini, 2 saudara saya dirumah saja sedang kelaparan disana". Kata pengemis itu.
Lalu pertapa itu kembali ke biaranya dengan berlinang airmata.
Seringkali kita membandingkan kebahagiaan yang kita peroleh dengan orang di sekitar kita, bukankah bangga atas kebahagiaan diri dengan membandingkan dengan orang lain itu sama saja dengan kita tertawa di atas penderitaan orang lain?
Dalam perjalanannya, dia sering berhenti karena melayani orang yang menyapanya.
Pertama dia bertemu dengan seorang pejabat teras, "Guru, lihatlah sekarang gaji saya sudah cukup besar, sepuluh kali lipat banyaknya jika dibandingkan dengan penghasilan tukang becak itu selama seminggu" kata pejabat itu dengan bangga.
Kemudian sang pertapa bertemu tukang becak, katanya:"Guru, hari ini penumpang saya cukup banyak, lumayan lah, saudara saya yang pemulung saja tidak mungkin bisa memperolehnya dalam sehari".
Dalam perjalanan berikutnya, Sang Pertapa bertemu dengan pemulung itu, dia berkata:"Guru, saya dengan begini saja bisa mendapatkan penghasilan yg cukup, pengemis tua itu sudah mengelilingi seluruh kota hanya mendapatkan 1 bungkus nasi saja" lalu Pertapa itu melanjutkan perjalanan lagi.
Yang terakhir sang pertapa bertemu dengan pengemis tua itu, "Guru,saya sangat bersyukur bisa memperoleh 1 bungkus nasi untuk makan saya hari ini, 2 saudara saya dirumah saja sedang kelaparan disana". Kata pengemis itu.
Lalu pertapa itu kembali ke biaranya dengan berlinang airmata.
Seringkali kita membandingkan kebahagiaan yang kita peroleh dengan orang di sekitar kita, bukankah bangga atas kebahagiaan diri dengan membandingkan dengan orang lain itu sama saja dengan kita tertawa di atas penderitaan orang lain?
0 kesan:
Post a Comment