Jarum Jam di arloji saya sudah menunjukkan angka 7, memberi isyarat kepada saya untuk segera masuk kelas dan mendampingi anak-anak belajar seperti biasanya. Akan tetapi, ketika saya kitarkan pandangan di dalam ruang kantor guru, tak satupun orang ada di sini rupanya. Kemana mereka? Sudahlah masuk kelas saja...pikirku sambil berjalan menuju kelas.
Setengah jam pertama di depan kelas saya mengajar dengan hati yang tidak tenang. Sesekali saya sempatkan memandang pintu kalau-kalau ada guru lain yang datang. Tapi rupanya, sudah 30 menit kelas-kelas disebelah dibiarkan kosong, baru 5 menit kemudian ada satu guru yang datang. Syukurlah... Tapi saya masih terus berpikir. Kemana yang lainnya?
Pada kesempatan lain, saya benar-benar habis kesabaran karena beberapa anak datang terlambat waktu jam saya mengajar. Saya mulai berceramah menunjukkan kekecewaan saya dengan anak-anak tersebut. Sampai pada satu kesempatan saya bertanya pada mereka : “Apa kalian tidak melihat, Bapak ibu guru kalian sudah datang di sini pagi-pagi, sudah siap mengajak kalian belajar bersama? Kalian ini butuh belajar to? Kalau bapak ibu guru saja bisa berangkat pagi, kenapa kalian yang butuh ini malah terlambat?” dan tanpa saya duga, ada anak yang berani menjawab : “gurunya juga banyak yang terlambat pak.” Deg!! Mati aku, kalau sudah begini saya hanya bisa diam.
Saya tidak tahu sejak kapan dan mau sampai kapan hal ini dibiarkan terjadi. Kalau sesuatu hal yang buruk justru tercermin pada diri guru, maka benarlah bahwa kita tidak bisa sama sekali menyalahkan murid.