Berawal dari bangun tidur mata saya terpaku pada sesuatu yang bergerak di dinding..(jangan horor dulu!)
Saya melihat sesuatu yang kecil-mungkin seukuran ujung kuku manusia-sepertinya benda itu adalah potongan rumah lebah namun bisa bergerak!
Saya rapatkan pandangan saya dari dinding, mencoba melihat dari sisi yang berbeda untuk mengetahui apa sebenarnya yang bisa membuat benda itu bergerak.
Ternyata, ada seekor semut kecil yang menariknya dengan capit yang dimilikinya. Kalau dilihat dari ukuran, semut itu hanya sebesar sepersepuluh dari benda itu, dan sepertinya dia ingin membawa benda itu hingga atap rumah yang kira-kira setinggi 4m!. Sungguh usaha yang keras.
Bisa kita bayangkan, betapa berat beban yang harus dia tanggung untuk membawa benda itu sendirian hingga atas. Mungkin kita berpikir, karena semut tidak mempunyai kemampuan berpikir dìa mau mengangkat benda itu hingga atap rumah yang jaraknya ratusan kali lipat ukuran tubuhnya. Namun, bagaimana jika ternyata semut itu sebenarnya juga berpikir, bagaimana jika dia berpikir di atas sana koloninya sangat membutuhkan makanan dan rumah lebah ini pastilah sangat enak untuk dimakan, maka aku harus membawanya bagaimanapun keadaannya?
Memang saya tidak bisa memastikan mana yang benar, pemikiran kita bahwa semut itu melakukan tindakan bodoh atau justru heroik. Namun saya akui, sungguh usaha yang luar biasa yang dilakukan semut itu, mengangkat benda yg ukurannya lebih dari 10 kali tubuhnya dan berjarak ratusan atau ribuan kali ukuran tubuhnya dan masih harus melawan gravitasi bumi.
Bagi semut itu capek adalah kegagalan, karena begitu dia capek dan beristirahat kemungkinan besar dia akan jatuh menyerah dengan gravitasi. Jadi dia terus melangkah maju.
Saya berpikir, barangkali posisi yang sama seperti saat saya mengamati semut itu begitu pulalah Tuhan mengamati kita. Saat saya melihat semut itu mengangkat dengan cepat saya ikut antusias melihatnya, saat semut itu melambat rasa khawatir bahwa semut itu akan menyerah muncul dalam benak saya, bisa saja saya membantu semut itu dengan memindahkan rumah lebah itu sampai atas, namun belum tentu dia mengerti bahwa saya melakukan itu untuk membantu dia. Barangkali sama dengan Tuhan, Dia melihat kerja keras kita, dan ikut prihatin saat kita dalam keputusasaan. Dan Tuhan pun sebenarnya bisa secara langsung membantu kita, namun seperti semut tadi, mungkin kita tidak mengerti maksudnya, Tuhan pasti lebih ingin kita puas akan apa yang kita peroleh dari hasil jerih payah kita, seperti saya berharap semut tadi bisa berhasil sampai atas dengan membawa rumah lebah tadi.
Semoga bermanfaat bagi kita semua yang sedang dalam kegalauan.
Semoga Tuhan memberkati.
25 April 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)